Detik News - Dalam sebuah forum, seorang ulama senior Al Azhar memerintahkan setiap mahasiswa dan mahasiswi untuk menuliskan cita-cita.
Dari sekian banyak cita-cita, ia terkesima dengan cita-cita yang dituliskan seorang mahasiswi.
“Cita-cita terbaik yang kalian tuliskan adalah cita-cita seorang mahasiswi,” kata Syaikh tersebut, “ia menulis: ‘aku bercita-cita agar bisa melahirkan Shalahuddin, sebab dia membebaskan Al Quds. Amin ya Rabb.’”
***
Menjadi ibu adalah pekerjaan berat. Bukan hanya saat mengandung dan melahirkan, tetapi yang tak kalah berat adalah saat mendidiknya. Ibu adalah madrasatul ula, sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Karena berat, banyak wanita yang tidak siap menjadi ibu. Terutama di Eropa. Di Jerman, rata-rata hanya 8,2 anak lahir per 1.000 penduduk selama lima tahun terakhir. Di Portugal, hanya 9 anak lahir per 1.000 penduduk selama periode yang sama.
Di Jepang, angkanya tak kalah menyedihkan. Hanya 8,4 anak lahir per 1.000 penduduk selama lima tahun. Alasan wanita Jepang mungkin sangat mengejutkan. Mereka tidak suka melahirkan bahkan enggan menikah karena menurut mereka, memiliki anak adalah hal yang merepotkan. Memiliki anak menguras waktu, pikiran, dan sumber daya hingga menghambat karir dan pekerjaan.
Alasan-alasan ini, meskipun tidak berefek separah Jepang dan Eropa, juga mulai menjangkiti sebagian muslimah. Terbukti dengan keenganan melahirkan banyak anak dan kurang concern-nya ibu dalam mendidik anak-anaknya.
Memang masih banyak wanita muslimah yang melahirkan anak lebih dari dua. Namun, tidak sedikit muslimah yang mulai mempercayakan penuh anak-anaknya kepada pihak lain. Mulai dari babysitter hingga sekolah. Kurang peduli dengan perkembangan buah hatinya, dan tiba-tiba menyalahkan sekolah jika anak-anaknya tidak berkembang sesuai harapan.
Menjadi ibu adalah pekerjaan berat, namun itulah sesungguhnya salah satu amal terbaik wanita. Menyiapkan generasi masa depan yang lebih cemerlang. Bukan sekedar cemerlang materinya, tetapi juga cemerlang aqidah, ibadah dan akhlaknya. Cemerlang mengemban dakwah, hingga sanggup membebaskan bumi Islam dari penindasan dan penjajahan. Cemerlang membumikan Islam hingga mampu menebar manfaat bagi sesama dan kembali menjadikan umat Islam sebagai mercusuar peradaban.
Tak salah jika cita-cita mahasiswi Al Azhar itu membuat sang ulama terkesima. Jumuah Saad dalam buku Umahat Shana’at A’lam menyetujui apresiasi itu. “Di zaman perempuan tidak mampu melahirkan generasi sekelas Shalahuddin,” tandasnya.
Sumber webmuslimah.com
0 comments
Post a Comment